A.
Kajian Semantik
Status
tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi dan sintaksis adalah tidak sama.
Semantik dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh tataran, yaitu berada
di tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Makna yang menjadi objek semantik
sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara empiris, sehingga semantik
diabaikan. Tetapi, pada tahun 1965, Chomsky menyatakan bahwa semantik merupakan
salah satu komponen dari tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh
semantik ini.
B.
Hakikat Makna
Menurut de
Saussure, setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari 2 komponen, yaitu
komponen signifian (yang mengartikan) yang berwujud runtunan bunyi, dan
komponen signifie (yang diartikan) yang berwujud pengertian atau konsep (yang
dimiliki signifian). Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de Saussure,
makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah
tanda linguistik. Jika tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan
kata atau leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki
oleh setiap kata atau leksem. Jika disamakan dengan morfem, maka makna adalah
pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik morfem dasar
maupun morfem afiks.
Di dalam
penggunaannya dalam pertuturan yang nyata, makna kata atau leksem itu
seringkali terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya.
Banyak pakar menyatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata
apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Pakar itu juga
mengatakan bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada
di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Bahasa bersifat arbiter,
sehingga hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbiter.
C.
Jenis Makna
1. Makna
Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual
Makna
leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks
apapun. Dapat juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya,
sesuai dengan hasil observasi indera kita atau makna apa adanya. Makna
gramatikal adalah makna yang ada jika terjadi proses gramatikal seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Makna kontekstual adalah
makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks
dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan
penggunaan bahasa itu.
2. Makna
Referensial dan Non-referensial
Sebuah kata
atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada referensnya atau acuannya.
Ada sejumlah kata yang disebut kata diektik, yang acuannya tidak menetap pada
satu wujud. Misalnya : kata-kata pronominal seperti, dia, saya dan kamu.
3. Makna
Denotatif dan Makna Konotatif
Makna
denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki
oleh sebuah leksem. Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna leksikal.
Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang
berhubungan dengan nilai rasa dari orang yang menggunakan kata tersebut.
Konotasi sebuah kata bisa berbeda antara seseorang dengan orang lain.
4. Makna
Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976)
membagi makna menjadi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Makna
konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks
atau asosiasi apapun. Makna konseptual sebenarnya sama dengan makna leksikal,
deotatif dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki
sebuah leksem atau kata bahasa. Makna asosiasi sama dengan perlambangan yang
digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang
mempunyai kemiripan sifat, keadaaan atau ciri-ciri yang ada pada leksem
tersebut. Makna konotatif termasuk dalam makna asosiatif, karena kata-kata
tersebut berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata itu. Makna stilistika
berkenaan dengan perbedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial
atau bidang kegiatan. Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara
terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna kolokatif
berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dengan
kata-kata yang bersinonim.
5. Makna Kata
dan Makna Istilah
Pada
awalnya, makna yang dimiliki oleh sebuah kata adalah makna leksikal, denotatif
atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi
jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks
situasinya. Istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan,
meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, istilah sering dikatakan bebas
konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.
6. Makna Idiom
dan Peribahasa
Idiom adalah
satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya,
baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Idiom terbagi atas idiom penuh
dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya telah melebur
menjadi satu kesatuan. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu
unsurnya masih memiliki makna leksikal sendiri. Peribahasa memilliki makna yang
masih dapat ditelusuri dari makna unsurnya karena adanya “asosiasi” antara
makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.
D.
Relasi Makna
Relasi makna
adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan
yang lain.
1. Sinonim
Yaitu
hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan
ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya
tidak akan sama persis. Ketidaksamaan itu terjadi karena faktor :
a.
Faktor waktu
b.
Faktor tempat atau wilayah
c.
Faktor keformalan
d.
Faktor sosial
e.
Faktor bidang kegiatan
f.
Faktor nuansa makna
2. Antonim
Yaitu
hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan
kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain.
3. Polisemi
Yaitu kata
yang mempunyai makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya makna
pertama adalah makna sebenarnya, yang lain adalah maknamakna yang dikembangkan
berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran
itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan ujaran yang
polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.
4. Homonim
Yaitu dua
buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama dan maknanya
berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.
Pada kasus homonim ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofon
dan homograf. Homofon adalah adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran, tanpa
memperhatikan ejaannya. Homograf adalah bentuk ujaran yang ortografinya dan
ejaannya sama, tetapi ucapan dan maknanya berbeda. Perbedaan antara homonim
dengan polisemi adalah bahwa homonim yaitu dua buah bentuk ujaran atau lebih
yang “kebetulan” bentuknya sama, dan maknanya berbeda, sedangkan polisemi yaitu
sebuah bentuk ujaran yang memiliki makna lebih dari satu. Dengan demikian jelas
bahwa antara keduanya tidak punya hubungan sama sekali.
5. Hiponimi
Yaitu
hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam
makna bentuk ujaran yang lain. Relasi hiponimi bersifat searah.
6. Ambiguitas
atau Ketaksaan
Yaitu gejala
dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda.
Ketaksaan terjadi dalam bahasa tulis akibat perbedaan gramatikal karena
ketiadaan unsur lisan, karena ketidakcermatan dalam menyusun konstruksi
beranaforis. Perbedaan homonim dengan ambiguiti adalah bahwa homonim yaitu dua
buah bentuk atau lebih yang kebetulan bentuknya sama, sedangkan ambiguitas adalah
sebuah bentuk dengan dua tafsiran makna atau lebih. Perbedaan polisemi dengan
ambiguitas adalah bahwa polisemi biasanya hanya pada tataran kata, dan
makna-makna yang dimilikinya yang lebih dari satu itu, sedangkan ambiguiti
adalah satu bentuk ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu sebagai akibat
perbedaan tafsiran gramatikal.
7. Redudansi
Yaitu kata
yang berlebih-lebihan yang menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk
ujaran.
E.
Perubahan Makna
Secara
sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara
diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Dalam masa yang relative singkat,
makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi dalam waktu yang relative lama ada
kemungkinan makna tersebut akan berubah. Ini tidak berlaku untuk semua kosakata,
tetapi hanya terjadi pada sebuah kata saja, yang disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain :
a.
Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi
b.
Perkembangan sosial budaya
c.
Perkembangan pemakaian kata
d.
Pertukaran tanggapan indera (sinestesia)
e.
Adanya asosiasi
0 komentar:
Posting Komentar