Puisi adalah karya sastra yang bersifat imajinatif dan pemadatan kata. Bahasa dalam sastra
bersifat konotatif, karena banyak menggunakan makna kias dan makna lambang (majas), dibandingkan dengan bentuk karya
sastra yang lain, puisi lebih bersifat konotatif, bahasanya melebihi banyak
kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkosentrasian atau
pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi.
Banyak para sastrawan yang menuangkan idenya dalam
bentuk puisi. Salah satunya adalah puisi karya Asmi Dewi yang karyanya pernah
dimuat dalam majalah Horizon berjudul
“Kenangan Itu”. Kelompok kami memilih puisi tersebut untuk dianalisis karena
dilihat dari isi puisi tersebut menceritakan masalah remaja pada saat ini.
Kenangan Itu
Oleh : Asmi Dewi
Sebuah tungku memelihara kata-kataku
setiap puisi yang lahir menjadi bom.
Buas dan mengiris-iris cuaca
Kutimbang debu dari reruntuhan
hatimu
menaburkannya sepanjang aspal, pucuk
jembatan dan bibir laut
Tak lantas rasa sakitmu
menghentikanku
Seperti Ngaben* yang agung,
kuharap Dewa memberi restu
menghanguskanmu dalam doa dan baris
sajakku
tiada yang lebih indah dari sesaji
ini
Bingkai jendela menghamburkan
orang-orang lewat
mereka mengenakan rambut dan betismu
di tiap-tiap tikungan
mencelupkan matamu dalam rahim
perempuan hamil
di rumah-rumah penduduk
Aku terus mengenalimu meski tak ku
kehendaki
: kenangan yang liat telah meminjam
sebagian siangku
meletakkannya kembali ketika subuh
habis
tak henti-henti
*Ngaben : ritual pembakaran jenazah
dalam tradisi agama Hindu
Puisi tersebut menunjukan bahwa semua
unsur puisi dikonsentrasikan untuk menyatakan maksud penyair, yakni penyair
mengungkapkan kesulitannya dalam melupakan kenangan di masa lalunya.
Ø Analisis Puisi
berdasarkan Unsur Fisik dan Unsur Batin
1.
Unsur
Fisik
1.1
TIPOGRAFI
Sebuah tungku
memelihara kata-kataku
setiap puisi yang lahir
menjadi bom. Buas dan mengiris-iris cuaca
Tipografi pada bait pertama ditulis
menjadi dua larik, sebab “sebuah tungku memelihara kata-kataku setiap puisi
yang lahir menjadi bom” sebenarnya adalah satu kalimat yang memiliki makna satu
kesatuan.Tetapi, pada Kalimat tersebut
ditemukan kata “sebuah” dan “setiap” yang memiliki makna yang bertentangan.
Kata “Sebuah menunjukan unsur satu sehingga “Sebuah tungku memelihara
kata-kataku” menjadi satu bait pertama. Dan “Setiap puisi yang lahir menjadi
bom”,menjadi bait kedua.
Kutimbang debu dari
reruntuhan hatimu
menaburkannya sepanjang
aspal,pucuk jembatan, dan bibir laut
Tipografi bait kedua ditulis menjadi dua
larik , sebab bait tersebut menjelaskan sesuatu yang terbagi pada beberapa
sesuatu yang lain. Sehingga penyair menuliskan ” menaburkannya sepanjang
aspal,pucuk jembatan, dan bibir laut “ sebagai hasil pembagian pada bait yang
berbeda.
Tak lantas rasa sakitmu
menghentikanku
Penyair
menuliskan larik tersebut menjadi satu bait.Penyair ingin pembaca memberikan
fokus yang lebih terhadap kata “rasa sakit” pada bait tersebut, serta penyair
ingin menunjukan kesungguhannya bahwa dirinya tidak akan berhenti melupakan
kekasihnya.
Seperti Ngaben* yang
agung,kuharap Dewa memberi restu
menghanguskanmu dalam
doa dan baris sajakku
tiada yang lebih indah
dari sesaji ini
Ketiga larik diatas disatukan dalam satu
bait, yaitu bait keempat. Bait keempat menggambarkan satu topik yaitu Upacara ngaben
yang dikaitkan dengan pengharapan penyair atas kenangannya di masa lalu.
Bingkai Jendela
menghamburkan orang-orang lewat
mereka mengenakan
rambut dan betismu di tiap-tiap tikungan
mencelupkan matamu
dalam rahim perempuan hamil
di rumah – rumah penduduk
Bait kelima menggambarkan satu suasana,
yaitu mengenai situasi perasaan pengarang yang dikaitkan dengan orang-orang
lingkungan disekitar lingkungannya.
Aku terus mengenalimu
meski tak ku kehendaki
:kenangan yang liat
telah meminjam sebagian siangku
meletakannya kembali
ketika sudah habis
tak henti-henti
Tanda titik dua pada bait tersebut berisi
alasan pernyataan larik pertama. Mengapa larik keempat pada bait keenam
“tak henti-henti” tidak disatukan dengan larik ketiga bait keenam? Sebab larik ketiga
bait keempat ada kata “sudah habis” yang artinya menyudahi larik tersebut.
1.2
DIKSI
Penyair sangat cermat dalam memilih
kata-kata yang ditulisnya sehingga memunculkan makna, komposisi bunyi dalam
rima dan irama, kedudukan kata yang ditulis oleh penyair ditengah konteks kata
lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi tersebut. Pemilihan kata
yang memunculkan banyak makna yang ditulis oleh penyair dapat dilihat dari bait
pertama hingga bait terakhir.
Sebuah tungku
memelihara kata-kataku
setiap puisi yang lahir
menjadi bom. Buas dan mengiris-iris cuaca
Diksi yang digunakan sangat
dipertimbangkan, contohnya dalam kata “sebuah tungku”. Sebuah tungku dalam bait tersebut melambangkan bahwa penyair
mengungkapkan perasaannya dalam bentuk kata-kata yang dituangkan menjadi sebuah
puisi. Sebuah tungku di sini
menunjukan kumpulan kata-kata yang disimpan dalam sebuah karya. Sedangkan kata
“bom” diartikan sebagai kumpulan karya yang kemunculannya menggemparkan publik.
Maksud penyair dalam bait pertama adalah bawwa kegundahan hati yang
diekspresikan dalam sebuah kata-kata sehingga menjadi puisi, dan puisi tersebut
terkumpul menjadi sebuah karya sastra yang lahir dan menggemparkan public.
Diperjelas dalam kata-kata selanjutnya yaitu Buas dan mengiris-iris cuaca.
Kutimbang debu dari
reruntuhan hatimu
menaburkannya sepanjang
aspal, pucuk jembatan, dan bibir laut
Dalam bait kedua tersebut, kata “debu”
diartikan menjadi sebuah kenangan, sedangkan kata “sepanjang aspal, pucuk
jembatan, dan bibir laut” melukiskan tempat. Maksud penyair dalam bait kedua
ini adalah bahwa kenangan penyair ada di setiap tempat yang dia lewati.
1.3
SARANA
RETORIK (MAJAS)
Pada puisi Kenangan itu karya Asmi Dewi
terdapat majas Alegori dan Sinestesia.
Alegori adalah majas yang menyatakan
dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. Pada puisi kenangan itu
majas alegori terdapat pada bait keempat. “Seperti
Ngaben* yang agung, ...”
Sedangkan Sinestesia merupakan majas
yang berupa ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa
indra lainnya. Pada puisi kenangan itu,majas Sinestesia terdapat pada bait
kelima “Mereka mengenakan rambut dan
betismu....”
1.4
VERSIFIKASI
(BUNYI)
· RIMA
Rima adalah pengulangan bunyki dalam
puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi dengan pengulangan itu, puisi
menjadi merdu jika dibaca, pemilihan buni dan lambang-lambang bunyi sangat
mendukung suasana perasaan isi puisi yang akan disampaikan,
Di dalam puisi yang berjudul Kenangan Itu terdapat banyak rima yang
menonjol.
Sebuah tungku memelihara kata-kataku
setiap puisi yang lahir menjadi bom.
Buas dan mengiris-iris cuaca
Kutimbang debu dari reruntuhan hatimu
menaburkannya sepanjang aspal, pucuk
jembatan dan bibir laut
Tak lantas rasa sakitmu menghentikanku
Seperti Ngaben* yang agung,
kuharap Dewa memberi restu
menghanguskanmu dalam doa
dan baris sajakku
tiada yang lebih indah dari sesaji
ini
Bingkai jendela menghamburkan
orang-orang lewat
mereka mengenakan rambut dan betismu
di tiap-tiap tikungan
mencelupkan matamu dalam rahim
perempuan hamil
di rumah-rumah penduduk
Aku terus mengenalimu meski tak ku
kehendaki
: kenangan yang liat telah meminjam
sebagian siangku
meletakkannya kembali ketika subuh
habis
tak henti-henti
Jadi, rima yang banyak digunakan dalam
puisi yang berjudul “Kenangan Itu” adalah pengulangan bunyi U pada akhir kata
yang menggambarkan kesedihan dalam
perasaan si pengarang.
· Ritme
Ritme adalah pertentangan bunyi yang mengalun dalam
teratur, di dalam puisi yang berjudul “Kenangan Itu “ terdapat contoh ritme, yaitu
:
mencelupkan matamu dalam rahim perempuan hamil
aku
harus mengenalimu meski tak kukehendaki
:
kenangan yang liat telah meinjam
sebagian siangku
Jadi, pertentangan bunyi yang terdapat
dalam larik tetrsebut, menunjukkan arti
yang tetap teratur mengalun, dan tetap berkesinambungan.
1.5 CITRAAN
Dalam
puisinya, asmi Dewi mengungkapkan pengalaman indrawinya seperti penglihatan dan
perasaan. Indra penglihatannya dituangkan dalam imaji visual pada bait keempat
dan kelima. Sedangkan indra perasaannya dituangkan dalam imaji taktil seperti
pada bait ketiga. Imaji yang diciptakan oleh Asmi Dewi membuat pembaca
seakan-akan melihat, dan merasakan apa yang dialami oleh penyair.
2.
Unsur
Batin
2.1
TEMA
Puisi tersebut menunjukan bahwa semua
unsur puisi dikonsentrasikan untuk
menyatakan maksud penyair, yakni penyair mengungkapkan kesulitannya dalam
melupakan di masa lalunya. Hal ini menunjukan bahwa tema dalam puisi tersebut
adalah kerisauan penyair terhadap kenangan masa lalunya.
2.2
PERASAAN,
NADA, DAN SUASANA
Perasaan
adalah suasana hati penyair dalam menulis puisi. Dalam puisi tersebut penyair
merasa risau, karena karena kenangan di masa lalunya terlalu sulit untuk
dilupakan. Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Penyair dalam menyampaikan
isi puisinya mengibaratkan situasi hatinya dengan Upacara Ngaben dan
orang-orang yang ada di sekitarnya.
2.3
NILAI
Dalam
puisi tersebut mengandung religius, di mana penyair dalam doa dan sajaknya
mengharapkan restu kepada Sang Pencipta agar dapat melupakan kenangannya. Hal
tersebut disamakan seperti pada Ngaben, yaitu ritual pembakaran jenazah dalam
tradisi agama Hindu.
2.4
AMANAT
Amanat yang terkandung dalam “Kenangan
Itu” karya Asmi Dewi yaitu pembaca hendaknya tidak memaksakan diri untuk
melupakan sesuatu yang telah terjadi, karena semakin kita memaksakan diri untuk
melupakan maka kita akan semakin mengingatnya.
Ø Analisis Puisi
berdasarkan Jenis Puisi
1.
Berdasarkan
Waktu, puisi tersebut termasuk puisi modern,
karena puisi tersebut tidak terikat oleh jumlah baris, bunyi, dan isi.
2.
Berdasarkan
Konvensi, puisi tersebut termasuk puisi bebas
karena puisi tersebut tidak terikar oleh aturan jumlah baris, bunyi, dan isi.
3.
Berdasarkan
Sifatnya, puisi tersebut merupakan puisi yang
bersifat diafan. Artinya puisi tersebut masih mudah dipahami maknanya jika
dibaca dengan sungguh-sungguh.
4.
Berdasarkan
Isinya, puisi tersebut berbentuk elegi yaitu di
mana si penyair sedang mengalami kesedihan berkaitan dengan kenangan di masa
lalunya yang tidak bisa dilupakan.
0 komentar:
Posting Komentar