Wavy Tail


Minggu, 28 Desember 2014

Upacara Siraman pada Pernikahan Adat Jawa

Siraman adalah upacara adat ritual warisan nenek moyang kita yang mengandung banyak falsafah di dalamnya. Dalam tiap langkah pada prosesi siraman dimaknakan agar para calon pengantin membersihkan diri dan hati sehingga semakin mantap untuk melangsung pernikahan esok harinya. Pada upacara yang lebih bersifat intern ini seluruh keluarga besar berkumpul, berbagi suka, memberikan doa restu dan dukungan moral pada sang calon pengantin untuk memasuki fase baru dalam kehidupannya.

Perlengkapan acara Siraman terdiri dari: Gayung Siraman, untaian padi kuning keemasan yang menyertai gayung tersebut melambangkan merunduk dan mengayomi keluarga. Bubur Sengkolo memiliki arti sebagai penolak bencana sehingga semua dapat berjalan lancar; Selain itu terdapat rebusan umbi umbian yang tumbuh dalam tanah (lebih dikenal dengan nama polo pendem) dimaknakan agar rumah tangga yang nanti akan dibina oleh sang pengantin akan mempunyai pondasi yang kuat.
Terdapat pula rangkaian buah kulit; Kendi air siraman tempat air kucuran wudhu; Tumpeng Robyong yang bermakna harapan akan keselamatan, kesuburan dan kesejahteraan; Tumpeng untuk acara suapan terakhir; serta tidak ketinggalan Kreweng, yaitu uang dari tanah liat yang akan digunakan untuk membeli cendol dalam acara "dodol dawet".

Yang perlu dipersiapkan juga yaitu mangkuk air bunga dan gunting untuk upacara potong rambut setelah siraman, serta sekop mini penggali lubang untuk upacara tanam rikmo (tanam rambut). Apabila si empunya hajat menyediakan tanda mata (souveneer) bagi para sesepuh yang nanti akan menyirami atau untuk para undangan acara siraman, sebaiknya juga telah dipersiapkan.

Air Siraman dan Pemasangan Bleketepe
Kegiatan diawali dengan menyiapkan air siraman yang berasal dari 7 sumber ke dalam gentong. Sumber air siraman biasanya diambil dari rumah besan, rumah pini sepuh, dan rumah adat yang kemudian diaduk dengan campuran bunga.
Sambil menunggu calon mempelai puteri bersiap-siap untuk siraman, sang Ayah melakukan pemasangan bleketepe (anyaman daun kelapa) sebagai tarub pada gerbang rumah. Pemasangan tarub dimaknakan sebagai tanda resmi bahwa akan ada hajat mantu di rumah yang bersangkutan.
Tata cara memasang tarub adalah sang Ayah menaiki tangga, sementara Ibu memegangi tangga sambil membantu memberikan bleketepe. Tatacara ini menjadi perlambang gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom keluarga.
Setelah selesai memasang tarub, kain penutup tuwuhan di kedua sisi gerbang masuk di buka. Tuwuhan mengandung arti suatu harapan kepada anak yang dijodohkan agar dapat memperoleh keturunan, untuk melangsungkan sejarah keluarga.
Tuwuhan terdiri dari :
         Pohon pisang raja yang buahnya sudah masak. Maksud dipilih pisang yang sudah masak adalah, diharapkan pasangan yang akan menikah telah memiliki pemikiran dewasa atau telah masak. Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan seperti raja.
         Tebu wulung berwarna merah. Dimaknakan sebagai sumber rasa manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai mempunyai jiwa sepuh yang selalu bertindak dengan ’kewicaksanaan’ atau kebijakan.
         Cengkir Gadhing merupakan simbol dari kandungan tempat jabang bayi atau lambang keturunan.
         Daun randu dan Pari Sewuli Randu melambangkan sandang, sedangkan pari melambangkan pangan. Sehingga hal itu bermakna agar kedua mempelai selalu tercukupi sandang dan pangannya.
         Godhong apa-apa (bermacam-macam dedaunan) Seperti daun beringin yang melambangkan pengayoman, rumput alang-alang dengan harapan terbebas dari segala halangan

Jalannya Acara Siraman
Acara siraman diawali dengan sungkem calon pengantin kepada orang tua untuk mohon doa restu. Setelah itu calon pengantin dibimbing ke tempat siraman yang sudah disiapkan.
Siraman dimulai dari kedua orang tua pengantin diikuti oleh pini sepuh yang telah dipilih. Air wudhu lalu dikucurkan oleh sang ayah dari kendi siraman. Kemudian kendi dipecahkan oleh kedua orang tua sebagai tanda pecahlah pamor sang anak sebagai wanita dewasa dan memancarlah sinar pesonanya.
Acara potong rambut, diikuti dengan menggendong ananda ke dalam rumah melambangkan kasih sayang orang tua yang senantiasa mengiringi anaknya sampai detik terakhir menjelang tahap baru kehidupan sang anak.

Dodol Dawet
Sementara menunggu calon pengantin wanita berganti busana, seluruh keluarga berkumpul menyiapkan tumpeng untuk acara suap-suapan di akhir acara. Adik-adik tercinta lalu membagikan uang kreweng untuk digunakan pada acara jual cendol (dodol dawet).

Tanam Rambut dan Pelepasan Ayam
Selanjutnya upacara dilanjutkan dengan tanam rikmo/rambut oleh orang tua. Yang ditanam adalah potongan rambut kedua calon mempelai, dilakukan setelah wakil keluarga calon pengantin wanita kembali dari kediaman calon pengantin pria dengan membawa potongan rambut.
Pelepasan Ayam Jantan hitam merupakan prosesi selanjutnya yang berarti bahwa orang tua sudah dengan sepenuh hati ikhlas melepas putrinya untuk hidup mandiri. Bagaikan Ayam yang begitu dilepas sudah dapat mencari/mengais makanan sendiri, diharapkan untuk ke depannya sang anak dapat hidup mandiri, memperoleh rejeki yang luas dan barokah.

Suapan
Di penghujung acara, calon pengantin wanita yang telah berganti busana menerima uang kreweng hasil penjualan dodol dari Ibunda. Melambangkan pengajaran sang Ibu tentang bagaimana hidup mandiri dan mengatur nafkah pada kehidupan perkawinan. Suapan terakhir dan cium sayang dari kedua orang tua mengakhiri rangkaian acara siraman adat Jawa ini.

Kamis, 25 Desember 2014

Analisis Puisi Asmi DEwi


      Puisi adalah karya sastra yang bersifat imajinatif dan pemadatan kata. Bahasa dalam sastra bersifat konotatif, karena banyak menggunakan makna kias dan makna lambang (majas), dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, puisi lebih bersifat konotatif, bahasanya melebihi banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkosentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi.
Banyak para sastrawan yang menuangkan idenya dalam bentuk puisi. Salah satunya adalah puisi karya Asmi Dewi yang karyanya pernah dimuat dalam majalah Horizon berjudul “Kenangan Itu”. Kelompok kami memilih puisi tersebut untuk dianalisis karena dilihat dari isi puisi tersebut menceritakan masalah remaja pada saat ini.

Kenangan Itu
Oleh    : Asmi Dewi

Sebuah tungku memelihara kata-kataku
setiap puisi yang lahir menjadi bom. Buas dan mengiris-iris cuaca

Kutimbang debu dari reruntuhan hatimu
menaburkannya sepanjang aspal, pucuk jembatan dan bibir laut

Tak lantas rasa sakitmu menghentikanku

Seperti Ngaben* yang agung, kuharap Dewa memberi restu
menghanguskanmu dalam doa dan baris sajakku
tiada yang lebih indah dari sesaji ini

Bingkai jendela menghamburkan orang-orang lewat
mereka mengenakan rambut dan betismu di tiap-tiap tikungan
mencelupkan matamu dalam rahim perempuan hamil
di rumah-rumah penduduk

Aku terus mengenalimu meski tak ku kehendaki
: kenangan yang liat telah meminjam sebagian siangku
meletakkannya kembali ketika subuh habis
tak henti-henti

*Ngaben : ritual pembakaran jenazah dalam tradisi agama Hindu

Puisi tersebut menunjukan bahwa semua unsur puisi dikonsentrasikan untuk menyatakan maksud penyair, yakni penyair mengungkapkan kesulitannya dalam melupakan kenangan di masa lalunya.
Ø Analisis Puisi berdasarkan Unsur Fisik dan Unsur Batin

1.        Unsur Fisik

1.1     TIPOGRAFI
Sebuah tungku memelihara kata-kataku
setiap puisi yang lahir menjadi bom. Buas dan mengiris-iris cuaca

Tipografi pada bait pertama ditulis menjadi dua larik, sebab “sebuah tungku memelihara kata-kataku setiap puisi yang lahir menjadi bom” sebenarnya adalah satu kalimat yang memiliki makna satu kesatuan.Tetapi, pada  Kalimat tersebut ditemukan kata “sebuah” dan “setiap” yang memiliki makna yang bertentangan. Kata “Sebuah menunjukan unsur satu sehingga “Sebuah tungku memelihara kata-kataku” menjadi satu bait pertama. Dan “Setiap puisi yang lahir menjadi bom”,menjadi bait kedua.

Kutimbang debu dari reruntuhan hatimu
menaburkannya sepanjang aspal,pucuk jembatan, dan bibir laut

Tipografi bait kedua ditulis menjadi dua larik , sebab bait tersebut menjelaskan sesuatu yang terbagi pada beberapa sesuatu yang lain. Sehingga penyair menuliskan ” menaburkannya sepanjang aspal,pucuk jembatan, dan bibir laut “ sebagai hasil pembagian pada bait yang berbeda.

Tak lantas rasa sakitmu menghentikanku
Penyair menuliskan larik tersebut menjadi satu bait.Penyair ingin pembaca memberikan fokus yang lebih terhadap kata “rasa sakit” pada bait tersebut, serta penyair ingin menunjukan kesungguhannya bahwa dirinya tidak akan berhenti melupakan kekasihnya.

Seperti Ngaben* yang agung,kuharap Dewa memberi restu
menghanguskanmu dalam doa dan baris sajakku
tiada yang lebih indah dari sesaji ini

Ketiga larik diatas disatukan dalam satu bait, yaitu bait keempat. Bait keempat menggambarkan satu topik yaitu Upacara ngaben yang dikaitkan dengan pengharapan penyair atas kenangannya di masa lalu.

Bingkai Jendela menghamburkan orang-orang lewat
mereka mengenakan rambut dan betismu di tiap-tiap tikungan
mencelupkan matamu dalam rahim perempuan hamil
di rumah – rumah penduduk

Bait kelima menggambarkan satu suasana, yaitu mengenai situasi perasaan pengarang yang dikaitkan dengan orang-orang lingkungan disekitar lingkungannya.

Aku terus mengenalimu meski tak ku kehendaki
:kenangan yang liat telah meminjam sebagian siangku
meletakannya kembali ketika sudah habis
tak henti-henti

Tanda titik dua pada bait tersebut  berisi  alasan pernyataan larik pertama. Mengapa larik keempat pada bait keenam “tak henti-henti” tidak disatukan dengan larik ketiga bait keenam? Sebab larik ketiga bait keempat ada kata “sudah habis” yang artinya menyudahi larik tersebut.



1.2     DIKSI
Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata yang ditulisnya sehingga memunculkan makna, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata yang ditulis oleh penyair ditengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi tersebut. Pemilihan kata yang memunculkan banyak makna yang ditulis oleh penyair dapat dilihat dari bait pertama hingga bait terakhir.

Sebuah tungku memelihara kata-kataku
setiap puisi yang lahir menjadi bom. Buas dan mengiris-iris cuaca

Diksi yang digunakan sangat dipertimbangkan, contohnya dalam kata “sebuah tungku”. Sebuah tungku dalam bait tersebut melambangkan bahwa penyair mengungkapkan perasaannya dalam bentuk kata-kata yang dituangkan menjadi sebuah puisi. Sebuah tungku di sini menunjukan kumpulan kata-kata yang disimpan dalam sebuah karya. Sedangkan kata “bom” diartikan sebagai kumpulan karya yang kemunculannya menggemparkan publik. Maksud penyair dalam bait pertama adalah bawwa kegundahan hati yang diekspresikan dalam sebuah kata-kata sehingga menjadi puisi, dan puisi tersebut terkumpul menjadi sebuah karya sastra yang lahir dan menggemparkan public. Diperjelas dalam kata-kata selanjutnya yaitu Buas dan mengiris-iris cuaca.

Kutimbang debu dari reruntuhan hatimu
menaburkannya sepanjang aspal, pucuk jembatan, dan bibir laut

Dalam bait kedua tersebut, kata “debu” diartikan menjadi sebuah kenangan, sedangkan kata “sepanjang aspal, pucuk jembatan, dan bibir laut” melukiskan tempat. Maksud penyair dalam bait kedua ini adalah bahwa kenangan penyair ada di setiap tempat yang dia lewati.
1.3     SARANA RETORIK (MAJAS)
Pada puisi Kenangan itu karya Asmi Dewi terdapat majas Alegori dan Sinestesia.
Alegori adalah majas yang menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. Pada puisi kenangan itu majas alegori terdapat pada bait keempat. “Seperti Ngaben* yang agung, ...”
Sedangkan Sinestesia merupakan majas yang berupa ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya. Pada puisi kenangan itu,majas Sinestesia terdapat pada bait kelima “Mereka mengenakan rambut dan betismu....”

1.4     VERSIFIKASI (BUNYI)
·      RIMA
Rima adalah pengulangan bunyki dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi dengan pengulangan itu, puisi menjadi merdu jika dibaca, pemilihan buni dan lambang-lambang bunyi sangat mendukung suasana perasaan isi puisi yang akan disampaikan,
Di dalam puisi yang berjudul Kenangan Itu terdapat banyak rima yang menonjol.

Sebuah tungku memelihara kata-kataku
setiap puisi yang lahir menjadi bom. Buas dan mengiris-iris cuaca

Kutimbang debu dari reruntuhan hatimu
menaburkannya sepanjang aspal, pucuk jembatan dan bibir laut

Tak lantas rasa sakitmu menghentikanku

Seperti Ngaben* yang agung, kuharap Dewa memberi restu
menghanguskanmu dalam doa dan baris sajakku
tiada yang lebih indah dari sesaji ini

Bingkai jendela menghamburkan orang-orang lewat
mereka mengenakan rambut dan betismu di tiap-tiap tikungan
mencelupkan matamu dalam rahim perempuan hamil
di rumah-rumah penduduk

Aku terus mengenalimu meski tak ku kehendaki
: kenangan yang liat telah meminjam sebagian siangku
meletakkannya kembali ketika subuh habis
tak henti-henti

Jadi, rima yang banyak digunakan dalam puisi yang berjudul “Kenangan Itu” adalah pengulangan bunyi U pada akhir kata yang menggambarkan  kesedihan dalam perasaan si pengarang.
·      Ritme
Ritme adalah  pertentangan bunyi yang mengalun dalam teratur, di dalam puisi yang berjudul “Kenangan Itu “ terdapat contoh ritme, yaitu :

mencelupkan matamu dalam rahim perempuan hamil
aku harus mengenalimu meski tak kukehendaki
: kenangan yang liat telah meinjam sebagian siangku

Jadi, pertentangan bunyi yang terdapat dalam larik tetrsebut,  menunjukkan arti yang tetap teratur mengalun, dan tetap berkesinambungan.
1.5     CITRAAN
Dalam puisinya, asmi Dewi mengungkapkan pengalaman indrawinya seperti penglihatan dan perasaan. Indra penglihatannya dituangkan dalam imaji visual pada bait keempat dan kelima. Sedangkan indra perasaannya dituangkan dalam imaji taktil seperti pada bait ketiga. Imaji yang diciptakan oleh Asmi Dewi membuat pembaca seakan-akan melihat, dan merasakan apa yang dialami oleh penyair.
2.        Unsur Batin
2.1     TEMA
Puisi tersebut menunjukan bahwa semua unsur puisi  dikonsentrasikan untuk menyatakan maksud penyair, yakni penyair mengungkapkan kesulitannya dalam melupakan di masa lalunya. Hal ini menunjukan bahwa tema dalam puisi tersebut adalah kerisauan penyair terhadap kenangan masa lalunya.



2.2     PERASAAN, NADA, DAN SUASANA
Perasaan adalah suasana hati penyair dalam menulis puisi. Dalam puisi tersebut penyair merasa risau, karena karena kenangan di masa lalunya terlalu sulit untuk dilupakan. Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Penyair dalam menyampaikan isi puisinya mengibaratkan situasi hatinya dengan Upacara Ngaben dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
2.3     NILAI
Dalam puisi tersebut mengandung religius, di mana penyair dalam doa dan sajaknya mengharapkan restu kepada Sang Pencipta agar dapat melupakan kenangannya. Hal tersebut disamakan seperti pada Ngaben, yaitu ritual pembakaran jenazah dalam tradisi agama Hindu.
2.4     AMANAT
Amanat yang terkandung dalam “Kenangan Itu” karya Asmi Dewi yaitu pembaca hendaknya tidak memaksakan diri untuk melupakan sesuatu yang telah terjadi, karena semakin kita memaksakan diri untuk melupakan maka kita akan semakin mengingatnya.

Ø Analisis Puisi berdasarkan Jenis Puisi
1.    Berdasarkan Waktu, puisi tersebut termasuk puisi modern, karena puisi tersebut tidak terikat oleh jumlah baris, bunyi, dan isi.
2.    Berdasarkan Konvensi, puisi tersebut termasuk puisi bebas karena puisi tersebut tidak terikar oleh aturan jumlah baris, bunyi, dan isi.
3.    Berdasarkan Sifatnya, puisi tersebut merupakan puisi yang bersifat diafan. Artinya puisi tersebut masih mudah dipahami maknanya jika dibaca dengan sungguh-sungguh.
4.    Berdasarkan Isinya, puisi tersebut berbentuk elegi yaitu di mana si penyair sedang mengalami kesedihan berkaitan dengan kenangan di masa lalunya yang tidak bisa dilupakan.