Wavy Tail


Kamis, 27 November 2014

Tanggap Wacana Pengetan Dinten Pahlawan 10 November

          Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh. Bapak-bapak, Ibu-ibu ingkang kula hormati, sumawana para putra-putra mudha-mudhi ingkang karoban ing raos bagya. Ing saben tanggal 10 November bangsa kita tansah mengeti dinten ageng, inggih punika dinten Pahlawan.
          Kados sampun ingkang kita semerepi sadaya, bilih rikala tanggal 10 November 1945, ing kitha Surabaya wonten prastawa perang ageng ing antawisipun bangsa Indonesia ingkang dipun pelopori arek-arek Surabaya ngusir penjajah Walanda ingkang mbonceng tentara Sekutu (Inggris) lumarap ing tanah Jawi. Saking semangatipun arek-arek Surabaya lan kalajengaken rakyat wonten ing dhaerah-dhaerah Indonesia sanesipun, ing salajengipun damel horeging donya, ngantos Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tumut campur tangan ngengingi prastawa punika.
          Bapak-bapak, Ibu-ibu saha para putra-putra mudha-mudhi ingkang kula hormati. Ing pengetan punika kula mboten badhe njlentrehaken sadaya prastawa ing tanggal 10 November 1945, ananging semangat perjuangan pahlawan kangge nindakaken pejuangan ing babagan pembangunan.
           Kanthi rahmating Pangeran Ingkang Murbeng Dumadi, pahlawan Indonesia sampun saged ngrebat wilayah Surabaya. Kula mboten saged nglalekaken mekaten kemawon pejuanganipun arek-arek Surabaya ingkang dipun pandhegani dening panjenenganipun pejuang ageng, inggih punika Bung Tomo, ingkang kanti sora tegas ngagungaken asmaning Pangeran: Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
            Jiwa lan semangat 10 November taksih wonten ing jaja-jaja bangsa Indonesia kangge mbangun negari Indonesia. Berjuang kanthi semboyan: sepi ing pamrih, rame ing gawe.
            Kathah para pejuang ingkang handepani bantala mbela bangsa lan negari. Kangge putra tuwin wayah ing tembe wingking. Pramila mangga sesarengan kita lajengaken punapa ingkang dados pejuanganipun para pahlawan.
            Ing salebeting kita merdika kita taksih berjuang. Pejuangan ingkang mboten kangge merangi utawi ngusir penjajah, ananging kangge merangi tuwin ngusir kemiskinan tuwin kebodohan.
            Pramila mboten lepat tuwin mboten wonten awonipun kangge kita sadaya kangge ngenget jasa para pahlawan. Kita ngeningaken cipta sekedhap kange para pahlawan ingkang sampun gugur ing medan juang. Mugi-mugi amal tuwin kesaenanipun para pahlawan katampi ing sisihipun Gusti Allah Ingkang Maha Agung.
            Bapak-bapak, Ibu-ibu saha para putra-putra mudha-mudhi ingkang kula hormati. Kula cekapi semanten rumiyin atur kula, bilih wonten kiranging atur mawantu-wantu kula nyuwun lumunturing samodra pangaksami. Mugi-mugi bangsa kita angsala taufik tuwin hidayah saking Gusi Ingkang Akarya Jagad.

Billahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

Selasa, 25 November 2014

SINOPSI NOVEL NGULANDARA



Dalam novel ini di ceritakan kisah pengembaraan seeorang yang bernama Ndara Mas Sutanta yang menyamar sebagai Rapingun. Adapun ceritanya adalah sebagai berikut : Pada suatu hari Rapingun menolong satu keluarga yang mobilnya mogok di tengah kebun di bawah Dusun Kledhung. keluarga itu terdiri dari seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
Laki-laki itu adalah Den Bei Asisten Wedana. Dua orang perempuan itu adalah istri dan anak dari Den Bei Asisten Wedana tersebut. Istrinya bernama Raden Ayu Wedana, sedangkan anak gadisnya adalah Raden Ajeng Tien. Setelah selesai menolong Rapingun hendak diberi tanda terima kasih dari keluarga itu. Akan tetapi Rapingun tidak mau menerima. Setelah itu Rapingun pergi. Karena merasa berhutang budi, satu keluarga itu memutuskan untuk mencari pemuda yang kebetulan keluarga itu belum sempat menanyakan nama dari pemuda tersebut. Akan tetapi, percuma saja, pemuda tersebut (Rapingun) tidak kunjung ketemu. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk pulang ke Rumah karena waktu sudah malam. Kemudian di ceritakan pada suatu hari ada seorang Tionghoa yang datang ke rumah keluarga itu. Kebetulan orang tersebut adalah seorang penjual berlian, yang hendak menawarkan barang dagangannya itu. Kemudian orang Tionghoa itu juga berniat untuk menjual mobilnya. Lalu keluarga itu menanyakan merk mobil itu. Dan ternyata mobil itu adalah mobil yang di tumpangi pemuda yang menolong keluarga tersebut ketika mobil mereka mogok. Kemudian keluarga tersebut menanyakan sopir tersebut. Dan ternyata, sopir itu adalah orang yang menolong mereka. Dan dari situ mereka tahu siapa nama dari sopir itu. Sopir itu adalah Rapingun.
 Karena, mobil itu hendak di jual, otomatis orang Tionghoa tersebut tidak akan menggunakan sopir lagi. Kemudian mereka meminta agar sopir tersebut menjadi sopir mereka. Dan orang tionghoa tersebut menyetujuinya, begitu juga dengan Rapingun. Setelah lama kerja, keluarga tersebut makin menyayangi Rapingun. Karena sifatnya yang begitu baik. Hingga mereka menganggap Rapingun sebagai anaknya sendiri. Bahkan Rapingun juga punya bakat dalam melatih kuda peliharaan majikannya itu. Yang dulu begitu galak, sekarang menjadi jinak. Pada suatu hari keluarga Wedana pergi makan, begitu juga dengan Rapingun, karena Ia sopir dari keluarga tersebut. Di tempat makan itu, Rapingun melihat dua orang pemuda yang gerak-geriknya begitu mencurigakan. Setelah selesai makan, mereka pulang. Namun, Raden Ajeng Tien satu mobil dengan Rapingun, karena punya keperluan yang lain. Di tengah perjalanan mereka diikuti oleh dua orang. Ternyata dua orang tua adalah orang yang Rapingun lihat di tempat makan. Kemudian pemuda itu menghentikan mobil yang Rapingun tumpangi bersama Raden Ajeng Tien. Salah satu pemuda itu bernama Hardjana. Hardjana adalah pemuda yang sangat menyukai Raden Ajeng Tien. Akan tetapi, Raden Ajeng Tien tidak suka terhadap Hardjana. Karena itu, Hardjana bersifat kasar sampai ia menunjuk-nunjuk Rapingun. Hardjana juga membawa pistol. Karena takut kenapa-kanapa, Rapingun juga mempunyai tanggung jawab menjaga Raden Ajeng Tien, Rapingun menyusun siasat untuk menghindari Hardjana. Setelah Rapingun masuk mobil, begitu juga dengan Raden Ajeng Tien, kemudian Hardjana hendak memukul kepala Rapingun, akan tetapi Rapingun menutup kepalanya dengan tangannya. Kemudian yang terkena pukulan itu adalah tangan Rapingun itu sendiri. Setelah itu Rapingun langsung menjalankan mobilnya, walaupun tangannya terluka parah. Setelah mengalami kejadian yang menegangkan itu, akhirnya mereka pun sampai rumah. Mereka tidak menceritakan kejadian sebenarnya kepada ayah dan ibu Tien. Mereka mengaku bahwa tangan Rapingun terluaka karena terkena stir mobil. Karena luka Rapingun cukup parah, mereka memutuskan untuk membawa Rapingun ke rumah sakit. Setelah beberapa hari di rumah sakit, Rapingun belum juga diperbolehkan pulang. Pada suatu hari Raden Ajeng Tien ke rumah sakit itu dengan membawa makanan. Di situ Raden Ajeng Tien memberi kalung kepada Rapingun sebagai tanda terima kasih karena telah menjaga Raden Ajeng Tien. mereka pun bercerita-cerita. Raden Ajeng Tien bercerita tentang Pak de’ nya yang bernama Raden Mas Gandaatmadja , seorang Priyayi di Ngadireja yang telah kehilangan anaknya selama tujuh bulan yang bernama Raden Mas Sutanta. Ia menceritakan kesedihan yang begitu mendalam tentang keadaaan orang tua Raden Mas Sutanta tersebut. Ia juga memperlihatakan surat yang dibuat oleh RM Gandaatmadja tersebut untuk RM Sutanta. Isi surat tersebut begitu mendalam, hingga akhirnya Raden Ajeng Tien meneteskan air mata, begitu pula dengan Rapingun. Dan Rapingun ternyata mengatahui cerita tentang Raden Mas Sutanta. Setelah beberapa lama di rumah sakit, akhirnya Rapingun pun di perbolehkan pulang, kondisinya pun sudah pulih total. Namun, setelah pulang ke rumah Raden Ajeng Tien, Rapingun hanya mengurung dirinya di dalam kamar hampir dua hari. Setelah itu Raden Ayu Wedana memasuki kamar Rapingun dan menanyakan apa yang sedang terjadi dengan Rapingun. Rapingun menjawab, bahwa ia merindukan orang tuannya. Ia ingin pulang ke kampung halamannya selama satu bulan. Akhirnya Raden Ayu Natasewaya mengizinkan Rapingun pulang, Setelah hampir saru bulan, Rapingun tidak kunjung memeberi kabar. Hingga pas di hari satu bulan kepergian Rapingun, keluarga Wedana menerima surat dari dari Rapingun. Surat itu berisi tentang Rapingun, ia memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaan itu. Setelah membaca surat dari Rapingun tersebut, keluarga Wedana begitu sedih. Setelah enam bulan lamanya tidak ada kabar lagi dari Rapingun. Pada suatu hari keluarga Wedana memutuskan untuk bersilaturrahmi ke kediaman Raden Mas Gandaatmadja. Sesampaainya di sana mereka mengobrol. Raden Mas Gandaatmadja pun menceritakan putranya yang telah kembali, yakni Raden Mas Sutanta. Kemudian Raden Mas Sutanta pun keluar dari kamarnya untuk menemui tamu yang sekarang sedang berbincang-bincang dengan ayahanda tercinta. Setelah keluar keluarga Wedana pun kaget, ternyata dia adalah Rapingun. Keluarga Wedana pun menceritakan siapa itu Rapingun kepada Raden Mas Gandaatmadja. Setelah delapan bulan, terjalinlah keakraban yang selayaknya seorang pemuda jaman sekarang anatara Raden Ajeng Tien dengan Raden Mas Sutanta. Sebenarnya terselip rasa cinta diantara mereka semenjak Rapingun masih menjadi sopir keluarga Wedana. Akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Dan akhirnya mereka pun melaksanakan keinginan mereka, dan mereka akhirnya hidup bahagia.

Senin, 24 November 2014

Sayembara Ngerebut Drupadi



Dilairake dadi putri mahkota ana ing kerajaan Panchala kang subur lan makmur. Drupadi gedhe dadi putri kang ayu, bijak lan pinter. Sifat iku kang gawe akeh kstriya pengin dadekake Drupadi dadi garwane. Ngerteni kahanan iku Drupada ora rela yen putrine iku salah milih garwa, mula dheweke arep ngadakake sayembara.
Nalika iku Dewi Kunti lan para Pandawa urip nyamar ana ing Ekacakra, dheweke mireng kabar babagan sayembara kangge ngerebut Drupadi dadi garwane. Para brahmana Ekacakra duweni rencana lunga ana ing Panchala kangge nyaksikna pesta agung perayaan pernikahane putri mahkota Panchala, ana ing acara iku para brahmana uga duweni harapan bisa olih akeh sedekah. Naluri Dewi Kunti ngerti yen anak-anake satemene pengin melu sayembara iku uga, ning dheweke ngerti yen anak-anake ora mungkin blaka ngomong ngeneni kepenginane kuwi. Kanthi bijak, dheweke ngajak anak-anake supaya nyamar dadi brahmana lan melu nyaksikna acara menika. Sesuke Pandawa mangkat marang Panchala karo para brahmana liyane.
Sauwise gutul ana ing kerajaan Panchala kang subur lan makmur iku, Pandhawa numpang ana ing umahe tukang kendi. Panggung kangge nikahan iku dihiasi kanti megah lan sekelilinge panggung iku wonten kathah tenda-tenda kangge para tamu lan peserta sayembara kang arep liren istirahat. Pesta perayaan kang arep dianakake sekawanwelas dina iku uwis nyiapake akeh banget hiburan. Akeh banget pangeran kang gagah kang arep melu sayembara iku. Putra-putra Destarata pada teka, Karna, Krishna, Sisupala, Jarasanda dan Salya uga teka. Sorak-sorak penonton sayembara gemurune kaya dene swara ombak ana ing segara. Saka arah istana arak-arakan megah kang gawa Drupadi keton, barisan ngarep dhewe iku Dristayumna numpak gajah, ana ing burine Drupadi numpak singgasana kang di gawe nang pundake gajah. Tekane Drupadi ana ing arena sayembara iku gawe suasana makin gemuru. Nalika kidung-kidung suci dilantuna para brahmana, tetabuhan gamelan mandeg. Lajeng Dristayumna nuntun Drupadi tumuju tengah area sayembara, Dristayumna macakake peraturan sayembara. Peserta sayembara bisa diomong menang lan bisa nikahi Drupadi yen bisa nglepasake lima anak panah kanthi urutan ngelewati tengah-tengah roda cakra kang muter lan panah-panah iku bisa ngenani sasaran.
Sayembara diwiwiti, para peserta sayembara nyoba peruntungan piyambake. Ning busur lan panah iku abot banget. Akeh peserta kang gagal, Sisula, Jarasanda, Salya lan Duryudana uga gagal ngangkat busur iku. Nalika Karna maju tengah area sayembara, para penonton sorak-sorak ngira yen Karna kang arep menangake sayembara iku. Ning anak panahe meleset sepucuk rambut, sauwise anak panahe di tembakake, busure ucul saka tangane lan mencolot. Para penonton mule ribut, ngomong yen sayembara iki terlalu abot lan ora mungkin ana wong sing sanggup menangaken sayembara. Ora sue saka kedadean kue, teka seorang brahmana muda mlaku kanthi tenang tumuju busur.
Brahmana muda iku yaiku Arjuna kang nyamar dadi brahmana. Nalika Arjuna maju ana ing area, para penonton mule ribut. Golongan brahmana pecah dadi loro, ana sing dukung Arjuna lan ana sing ora. Ning amarga pawakane Arjuna kang kaya ksatriya liyane, akhire sauwise olih ijin melu sayembara saka dristayumna, penonton mule sorak-sorak dukung brahmana muda iku. Arjuna meneng sedela, nyuwun restu Sang Hyang Widhi. Arjuna ngangkat busure kanthi gampang, dheweke masang lima anak panah iku ana ing tali busur. Lajeng, tanpa jeda lan ragu dheweke nglepasake lima anak panah iku kanthi urutan lan bisa ngluncur mlebu ngelewati roda cakra kang terus mubeng lan akhire bisa ngenani sasaran. Sasaran iku tiba marang lemah. Para penonton sorak-sorak. Drupadi lajeng mlaku tumuju Arjuna lan ngalungake karangan kembang marang Arjuna. Yudhistira, Nakula, Sadewa seneng banget dheweke padha langsung bali marang omahe tukang kendi arep ngaweh kabar gembira kuwi marang Dewi Kunti. Bima tetep ana ing kana kangge jaga-jaga mbok menawa ana pangeran kang mbahayakake adine amarga ora puas marang hasil sayembara. Apa kang Bima pikirake bener anane, para peserta sayembara padha amarah. Kisruhan ora bisa dihindari, kanthi cermat Bima langsung nyelametake adine lan bareng Drupadi, dheweke padha mbalik ana omahe tukang kendi. Weruh adine di gawa Arjuna, Dristayumna ngetutake adine iku. Satekane ana kana, Dristayumna ngrasa legal lan seneng amarga dheweke ngerti yen kue bener para Pandawa. Dheweke langsung bali marang istana lan ngelaporake kedadean kuwi marang Drupada.
Drupada ngundang Dewi Kunti lan Pandawa marang istana. Ana ing istana Pandawa ngakoni bahwa dheweke kuwi pancen Pandawa. Para Pandawa nyampekake keputusane, yen Pandawa lima arep nikahi Drupadi. Drupada seneng lan lega amarga sing menang sayembara iku Pandawa ning dheweke uga kaget lan kecewa marang keputusan kan ora apik iku. Drupada kanthi teges nolak keputusan iku, kanthi cepet yudhistira nerangaken babagan janji para pandhawa kang arep mbagi sekabehane apa bae sing dheweke duweni. Mula para pandhawa ngaweh keputusan kaya ngana. Bareng diterangake kanthi gamblang, akhire Drupada bisa nerima keputusan iku lan pesta pernikahan agung menika langsung diankake kaliyan warga panchala kanthi bungah.

Minggu, 23 November 2014

BEGALAN CEREMONY



Begalan is a tradition in the area Banyumas performed in a series of wedding ceremonies, where this tradition started when the prospective groom and his entourage entered the court house of the bride. This tradition is held when the bridegroom is the eldest son of a family.
What is interesting is the dialogues between the robbed (who was robbed) by the hijacker (robbers) usually contain criticism and advice for prospective brides and delivered with a humorous style full of humor. Begalan is a combination of dance and speech arts or art of comedy with accompaniment “gising”.
The uniqueness of this tradition stems from its name, namely Begalan. In terms of Java and tradition, says robber or mugger has a negative connotation even indicate tense atmosphere that can make the trauma for victims. However, terms that are offered by community Banyumas begalan precisely the terms under the symbol full of meaning, both religious (in relation to God), as well as a symbol of human relations. Tradition is what makes a meaningful Begalan tradition still not cracked the shift and the development of the era. Existence is still strong in areas in Banyumas.
Begalan be one of the most popular traditions and attract the attention of people in Banyumas in addition to the tradition of "Kenthongan". Begalan event is a fusion of dance with "verbal speech" as part of the wedding ceremony. That is when the group of the groom entered the bride's courtyard area. The tools used were the kitchen appliances as luggage. Each luggage especially this kitchen tool has a symbolic meaning in accordance with the philosophy of Java, especially Java Banyumasan. Equipment that becomes the default instance: fan, basket, steamer, strainer waste, winnowing, scoop, rice ladle, bailer, pitcher, and others.
Begalan contains advice for the bride and the bride in the ship sailed home. Begalan is often flavored with fresh jokes-jokes relating to the relationship between men and women. In the philosophy of community Banyumas who is not his property but “bajang dibegal sawane” (blessing) of parents wedding. There are two dancers (male and “pancer” brother of groom), one charge of carrying kitchenware others served as a harrier (robbers). Harried usually carry a wooden sword. Costume players is quite simple, they generally wear Java. Dialogue is delivered both players in the form of the symbol language that was translated from the names of the items taken. Usually, after the show, which brought the kitchen equipment is given to the audience as a bone of contention.

Begalan has many meanings and symbols. The symbols are used is more likely closer to life and the gods as a regulator of the universe. However, many actors who then provide advice primarily to the interpretation as both the bride and the bride groom. In other words, Begalan can be used as a means of “propaganda”, a means of giving advice to the bride and groom both. There are some symbols, such as stingrays, bailer, packet, and others. The symbol "rays" can be understood that human beings should and should follow “watake” rays (the nature of rice). When the young “nyungap”, when you're old “mungkul”. That is, if young people do goodness while there is still times and strength, if you are old “tawadhuk”. In this case, advice to the bridal couple to perform five occasions before coming five narrow - mindedness, as manifested in religious teachings.
"Siwur", meaning when it is content it should be "mawur". If already there is an excess provision, then to charity immediately. Man, there are "takere dewe-dewe" (a measure of its own), and man is his era, there was a time. So the rank and degree is “Taker”. Likewise when give science also has "takere dewe-dewe".
As with the "packet" or "steam", is kirata language meaning "mengku sepisan". We recommend that when someone get married intend to preserve his marriage, by doing "serawungan" or socially good. Do not be too often become a bride. It is nice to be a bride, but do not take it easy for a bride.